indate.net-BOGOR – Yayasan Majelis Indonesia Ahmadiyah (MIAH) kembali menjadi sorotan publik setelah deretan putusan pengadilan yang memenangkan mereka terkait sengketa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tak kunjung dieksekusi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Padahal, seluruh putusan hukum terkait perkara ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Kuasa hukum Yayasan MIAH menyatakan, Pemkot Bogor telah kalah di semua tingkatan peradilan sejak 2017 hingga Mahkamah Agung, namun belum menjalankan amar putusan yang mengharuskan pencabutan SK pembekuan dan pencabutan IMB milik yayasan tersebut.
“Semua sudah inkracht. Tapi hingga pertengahan 2025 ini, segel masih terpasang dan SK pencabutan belum dianulir,” ujar kuasa hukum MIAH kepada wartawan.
Rangkaian Putusan Pengadilan: MIAH Menang Telak
Berikut adalah rincian keputusan pengadilan yang memenangkan pihak MIAH:
-
PTUN Bandung (2017)
Mengabulkan gugatan MIAH dan membatalkan Surat Keputusan Wali Kota Bogor yang membekukan IMB yayasan. Putusan ini telah inkracht sejak April 2021. -
PTUN Bandung (2018)
Pengadilan kembali memenangkan MIAH dengan membatalkan SK pencabutan IMB. Eksekusi terhadap putusan ini telah dikeluarkan pada 20 Agustus 2020 dan 22 April 2022. -
Putusan Banding dan Kasasi
Upaya banding yang diajukan Pemkot ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta serta kasasi ke Mahkamah Agung semuanya ditolak. Dengan demikian, putusan PTUN menguat dan final secara hukum.
Pemkot Alasan Karena Tekanan Massa, Dinilai Keliru
Meski telah kalah di semua tingkatan peradilan, Pemkot Bogor hingga kini belum mencabut segel dan tidak melaksanakan putusan pengadilan dengan alasan adanya penolakan dari sebagian warga atau kelompok masyarakat tertentu.
Langkah ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip negara hukum. Praktisi hukum menilai, Pemkot seharusnya bersandar pada fakta dan dokumen hukum, bukan pada tekanan massa.
“Kalau Pemkot mencabut atau membekukan IMB berdasarkan tekanan demonstrasi dan sentimen terhadap keyakinan tertentu, maka itu tidak berdasar hukum. Putusan pengadilan tidak bisa dikalahkan oleh opini,” ujar seorang pengamat hukum tata negara yang enggan disebutkan namanya.
Harusnya Tinjau Aspek Administratif, Bukan Agama
Dalam perizinan bangunan, pengujian legalitas dan administrasi harus merujuk pada dokumen pendukung, prosedur penerbitan, serta kepatuhan terhadap regulasi. Bukan berdasar perbedaan pemahaman agama.
“Pengadilan tidak menilai isi ajaran agama, melainkan prosedur administratif dan legalitas formal dari keputusan pemerintah,” tambah pengamat tersebut.