indate.net-KOTA BOGOR — Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor mencatat adanya kekurangan sekitar 800 tenaga pendidik jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jumlah itu terdiri dari kebutuhan guru SD sebanyak 600 orang, dan guru SMP sebanyak 200 orang.
Kepala Disdik Kota Bogor, Herry Karnadi, mengungkapkan bahwa persoalan ini bukan hanya terjadi di Kota Bogor, melainkan juga merupakan isu nasional yang disebabkan oleh kebijakan larangan pengangkatan tenaga honorer.
“Masalah guru ini sudah menjadi masalah sekolah se-Indonesia, karena ada larangan pengangkatan honorer,” ujar Herry Karnadi kepada wartawan.
Meski belum memiliki solusi permanen, Disdik Kota Bogor tengah menyiapkan langkah alternatif dengan menggandeng sejumlah perguruan tinggi di Kota Bogor. Mahasiswa aktif dari program studi pendidikan, khususnya semester 6 dan 7, akan diberdayakan untuk magang mengajar di sekolah-sekolah negeri.
“Kami ajak mahasiswa dari IPB, UIKA, dan UNPAK untuk magang sebagai guru. Misalnya tiga bulan dari IPB, lalu tiga bulan dari Unpak, kemudian UIKA. Kalau bisa 150 sampai 200 orang per angkatan, itu sudah sangat membantu,” jelas Herry.
Namun, ia menegaskan bahwa program ini bersifat non-upah alias tanpa honor. Kendati demikian, para mahasiswa disebut akan mendapatkan pengalaman langsung mengajar di sekolah sebagai bekal profesional mereka di masa depan.
“Tidak ada BOP (Biaya Operasional Pendidikan) untuk mahasiswa magang ini. Tapi kami harap ini jadi kerja sama yang saling menguntungkan. Mahasiswa dapat pengalaman, sekolah terbantu,” katanya.
Disdik menargetkan uji coba program ini bisa dimulai pada akhir 2025 atau awal 2026. Saat ini, komunikasi dengan pihak kampus sudah dilakukan, dan dalam waktu dekat akan diformalkan melalui nota kesepahaman (MoU).
“Sudah mulai kami jajaki. Kalau memungkinkan, langsung dibuat MoU, lalu dijalankan,” lanjut Herry.
Ia juga menyoroti dampak dari kekurangan guru yang semakin berat dirasakan sekolah. Banyak guru saat ini harus mengajar lebih dari 36 jam per minggu, melebihi batas ideal 25–30 jam. Bahkan, salah satu sekolah di Kota Bogor terpaksa membuka tiga sesi belajar karena kekurangan guru.
“Di SD Cibuluh 1 itu sudah sampai tiga shift, dari pagi, siang, sampai sore. Karena kekurangan guru,” ungkapnya.
Herry Karnadi berharap program magang ini dapat menjadi bagian dari kolaborasi pentahelix antara pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, dan dunia usaha untuk menyelesaikan persoalan pendidikan.
“Jika berhasil, ini bisa menjadi terobosan penting, terutama di tengah keterbatasan SDM yang dialami banyak daerah,” pungkasnya.(*)