indate.net-Kuasa hukum Komaruzzaman, S.H., M.H., menegaskan perkara yang tengah bergulir di pengadilan murni persoalan perdata terkait utang-piutang, bukan tindak pidana penggelapan seperti yang dituduhkan.
Pernyataan itu disampaikan usai sidang kedua
dengan agenda pemeriksaan saksi fakta pada Rabu (17/9/2025) di Pengadilan Kota Bogor. Dalam sidang
tersebut, pihaknya belum membahas objek formil karena termohon belum
menghadirkan saksi penyidik. Kuasa hukum menyebut aspek formil akan dibahas
lebih mendalam saat pemeriksaan ahli pada sidang berikutnya.
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim masih memeriksa
saksi fakta dan belum menyentuh objek formil perkara. “Fokus pengadilan
seharusnya pada objek formilnya, tetapi saat ini kita masih pada saksi fakta,”
ujar Komaruzzaman kepada wartawan.
Menurutnya, saksi fakta sangat penting untuk menjelaskan
duduk perkara yang berawal dari hubungan bisnis antara kliennya dan salah satu
perusahaan penyedia material baja. “Ini sebenarnya urusan hutang-piutang. Kami
memesan barang sejak 2021 sebesar Rp1,8 miliar. Sudah dicicil hingga sisa
hutang pada akhir tahun 2022 tinggal sekitar Rp400 juta. Tahun 2023 kami bayar
lagi, tinggal sekitar Rp300 juta,” jelasnya.
Komaruzzaman menilai tuduhan penggelapan yang dikaitkan dengan
Pasal 372 KUHP terlalu dipaksakan. “Kalau begini caranya, semua pengusaha bisa
masuk penjara. Ini murni masalah perdata, bukan pidana,” tegasnya.
Dalam sidang kedua, hakim juga mempertanyakan sejumlah hal
kepada saksi fakta. Namun, menurut Komaruzzaman, prosedur pemanggilan saksi,
unsur tindak pidana yang disangkakan, hingga keterangan penyidik belum dikupas
secara mendalam. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis (18/9/2025) dengan
agenda menghadirkan saksi ahli dari pihak pemohon.
Ia memprediksi pada Jumat nanti para pihak sudah
menyampaikan kesimpulan, dan pada Senin akan ada putusan. “Peradilan ini
waktunya paling lambat tujuh hari. Putusannya final dan tidak bisa diganggu
gugat,” ujarnya.
Kuasa hukum yang juga menjabat Ketua bidang Hukum Dewan
Pimpinan Pusat Masyarakat Pendukung Gibran ( DPP MPG)itu menilai ada
penyalahgunaan wewenang oleh penyidik sehingga kasus perdata ini diproses
sebagai pidana. “Kapolri harus tahu hal ini. Kami keberatan dengan tindakan
penyidik yang menurut kami menyalahgunakan wewenang dan perlu dipantau,”
katanya.
Komaruzzaman menegaskan pihaknya akan terus menempuh upaya
hukum, termasuk peninjauan ulang bila diperlukan. “Kami ingin membuka mata
hakim bahwa ini kerja sama bisnis. Ada pembayaran, ada double invoice, bahkan
menurut perkiraan kami sisa hutang hanya Rp130 juta. Tapi orang dipaksakan
masuk penjara,” tegasnya.(JM)