indate.net-KOTA BOGOR – Kebijakan merger 23 Sekolah Dasar (SD) menjadi 11 sekolah di Kota Bogor memicu penolakan dari orang tua murid dan komite sekolah. Mereka menilai nama sekolah hasil penggabungan tidak mencerminkan identitas maupun kearifan lokal.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor
menegaskan bahwa merger sekolah dan penamaan sekolah merupakan dua proses yang
berbeda. Saat ini Disdik fokus pada penyatuan manajemen dan administrasi di
sekolah-sekolah yang digabungkan.
“Permasalahan nama sekolah belum
masuk tahap pembahasan. Sekarang masih proses manajemen, nanti akan disepakati
bersama,” kata Kepala Bidang SD Disdik Kota Bogor, Asep Faizal Rahman, Jumat (12/9/2025).
Asep menjelaskan, penggabungan
dilakukan bertahap mulai dari administrasi, Data Pokok Pendidikan (Dapodik),
hingga penyamaan kurikulum. “Prosesnya tidak bisa sekaligus. Secara dapodik
memang sudah satu, tapi kultur sekolah butuh waktu untuk disatukan,” ujarnya.
Namun dampak merger mulai
memunculkan gejolak. Sejumlah sekolah meminta audiensi karena keberatan dengan
nama sekolah baru yang muncul setelah penggabungan. “Siang ini ada audiensi
dari SD Sempur Kaler dan Kampung Rambutan. Perwakilan komite dan orang tua
ingin menyampaikan keberatan soal nama sekolah,” ungkap Asep.
Kasus serupa juga terjadi di SD
Pengadilan. Hasil merger menunjuk sekolah dengan jumlah murid lebih banyak
sebagai induk, meski dianggap tidak logis oleh masyarakat sekitar.
Menurut Asep, penunjukan induk
sekolah murni berdasar sistem Dapodik. Namun ia menegaskan penamaan sekolah
tetap bisa disesuaikan kemudian. “Sistem hanya melihat jumlah murid dan besar
anggaran, tidak mempertimbangkan kearifan lokal. Tapi ini bukan harga mati,
nanti ada evaluasi untuk keadilan dan kebanggaan bersama,” pungkasnya.(*)

.jpg)
