indate.net- Bogor-Sejumlah santri melaporkan seorang tokoh agama berinisial KHO ke Mapolsek Caringin, Polres Bogor, pada Selasa (29/4/2025), terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana keberangkatan ibadah haji.
Laporan tersebut diajukan oleh kuasa hukum para santri, Ujang Suja’i Toujiri dari Kantor Hukum Ujang Suja’i & Associates, mewakili sepuluh orang yang merasa dirugikan. Para pelapor mengaku telah menyerahkan uang rata-rata sebesar Rp25 juta kepada KHO dan seorang rekannya berinisial IM, dengan harapan bisa berangkat haji menggunakan visa kerja (Visa Ummul).
Menurut kuasa hukum, para pelapor juga dijanjikan akan mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Namun hingga tahun 2025, janji keberangkatan tersebut belum terealisasi.
"Para klien kami telah menyetorkan dana sejak tahun 2024 dan dijanjikan berangkat haji, namun hingga saat ini belum ada kejelasan," ujar Ujang.
Biaya yang dikeluarkan para pelapor bertambah seiring permintaan tambahan dana untuk berbagai keperluan, seperti manasik haji, pembuatan paspor, vaksinasi, dan penukaran mata uang.
Ujang menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan dua kali somasi namun tidak mendapat tanggapan. Oleh karena itu, pihaknya mengambil langkah hukum dan melaporkan dugaan penipuan serta penggelapan dengan dasar Pasal 372 dan 378 KUHP.
"Kerugian dari sepuluh orang korban saja sudah mencapai sekitar Rp80 juta, dan diperkirakan totalnya bisa mencapai Rp250 juta," kata Ujang.
Meski demikian, para pelapor masih membuka ruang mediasi dan bersedia mencabut laporan jika uang yang telah disetorkan dikembalikan.
Laporan Ditunda, Kuasa Hukum Ungkap Kekhawatiran
Pelaporan yang dilakukan para santri sempat mengalami penundaan. Menurut kuasa hukum, hal ini dipicu oleh kehadiran seorang petugas Babinsa berinisial WN dari Desa Pancawati, yang datang saat proses pelaporan di Mapolsek Caringin.
Dalam pertemuan tersebut, WN disebut menghubungi Kepala Desa Pancawati melalui telepon dan menyampaikan bahwa persoalan tersebut sebaiknya diselesaikan melalui mediasi tingkat desa. Hal ini memunculkan kekhawatiran dari pihak pelapor terkait adanya kemungkinan konflik kepentingan.
"Para korban khawatir karena ada dugaan keterkaitan antara pihak yang dilaporkan dan pejabat desa," ujar Ujang.
Ia juga mempertanyakan kehadiran WN yang bukan merupakan penyidik namun hadir dalam konteks proses pelaporan di kantor polisi.
“Kami mempertanyakan kapasitas petugas tersebut karena upaya pelaporan ini bersifat hukum dan seharusnya ditangani oleh pihak berwenang,” ujarnya.
Pihak kuasa hukum berharap laporan para santri dapat segera ditindaklanjuti sesuai proses hukum yang berlaku, demi menjamin hak-hak korban dan asas keadilan.(*)